12/21/2015

RANGKUMAN ILMU SOSIAL DASAR BAB 4

BAB 4

PEMUDA DAN SOSIALISASI

1. INTERNALISASI BELAJAR DAN SPESIALISASI

Pembicaraan dekan FISIP-UI Dr. Manasse malo, Drs. Enoch Markum, drs. Zulkarimen Nasution dalam seminar ‘Remaja dalam Prospek Perubahan Sosial’ menyimpulkan pembicaraan bahwa Masa remaja adalah masa transisi dan secara psikologis sangat problematis yang dapat memungkinkan mereka berada dalam anomi. Akibat kontradiksi norma maupun orientasi mendua. 

Dengan demikian, keadaan tersebut seringkali menimbulkan perilaku menyimpang berupa melakukan pelanggaran dan dapat memungkinkan mereka menjadi berpengaruh terhadap media massa. Menurut Enoch Markum, Anomi muncul akibat keanekaragam dan kekaburan norma yang mereka berusaha mencari pegangan norma lain yang bisa mengisi kekosongan dan memberi peluang pada pelanggaran akibat kesalahan pegangan tersebut.

ORIENTASI MENDUA

Menurut Dr. Male, orientasi mendua adalah orientasi yang bertumpu pada harapan orangtua, masyarakat dan bangsa yang sering bertentangan dengan keterikatan serta loyalitas terhadap teman sebaya. Kondisi bimbang yang dialami oleh para remaja menyebabkan mereka melahap semua isi informasi tanpa seleksi. Dengan demikan, mereka adalah kelompok potensial yang mudah dipengaruhi oleh media massa. Menurut Dr. Malo, keadaan bimbang akibat orientasi mendua ini menyebabkan remaja nekad  melakukan tindak bunuh diri dengan diketahuinya remaja  di Jakarta bahwa 5,6% dengan 1337 kasus yang dalam hubungannya dengan diagnosis psikiatris dan faktor sosial kultural.

Mengatasi hal ini ada beberapa solusi yang bisa digunakan. Akan tetapi, harus memperhitungkan peranan kelompok teman sebaya dengan program pendidikan lah yang dapat melawan arus nilai teman sebaya. Disisi lain, waktu luang remaja juga harus diperhatikan. Namun Enoch Markum berpendapat bahwa remaja harus diberi kesempatan berkembang dan beragumentasi. Tidak semua yang termasuk dalam youth cultur ini jelek. Antara remaja dulu dan sekarang disebabkan munculnya fungsi-fungsi baru dalam masyarakat yang dulu tidak ada. Ia memiliki 2 alternatif dalam pemecahan masalah ini, pertama mengaktifkan kembali fungsi keluarga dan pendidikan agama. Kedua, menegakkan hukum yang akan berpengaruh besar dalam pengukuhan identitas dirinya.

PERAN MEDIA MASSA

Menurut Zulkarnaen Nasution, dewasa ini tersedia banyak pilihan isi informasi. Dengan demikian, kesan semakin permisifnya masyarakat juga tercermin pada isi media yang beredar. Sementara masa remaja yang merupakan periode peralihan dari masa kanak – kanak menuju masa dewasa, ditandai dengan beberapa ciri.

Peran media massa terhadap ramaja juga berpengaruh terhadap perilaku dan karakteristik remaja. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju  masa dewasa. Ciri-cirinya yaitu memiliki keinginan memenuhi  untuk menyatakan identitas diri, memiliki kemampuan melepas diri dari ketergantungan orang tua, memperoleh akseptabilitas di tengah sesama remaja. Ciri-ciri itulah yang menyebabkan kencenderungan terhadap arus informasi dengan  selera dan  keinginan yang serasi bagi mereka. Solusi kondisi seperti ini adalah perlunya membekali remaja dengan keterampilan berinformasi dengan kemampuan menemukan, memilih, mengevaluasi informasi. Peran pendidikan disinilah juga penting selain orangtua.

Di samping itu, dengan  melakukan  intervensi ke dalam  lingkungan  informasi mereka secara interpersonal. Solusi lainnya adalah bimbingan orang tua dengan tetap memegang teguh tuntunan kode etika dan bertanggung  jawab.

 
PERLU DIKEMBANGKAN

Menurut Arif Gosita SH, berbicara mengenai kecenderungan orang tua dan remaja memiliki faktor positif dan  negatif. Faktor positif memiliki faktor pendukung hubungan orang tua dan  remaja yang edukatif. Sedangkan faktor negatif  merupakan faktor yang tidak mendukung karena bersifat destruktif dan  konfrontatif. Mengembangkan faktor positif disini tidaklah mudah karena faktor negatif terus berkembang akibat situasi dan kondisi tertentu. Sementara itu, menurut Suwarniayati Sartomo, remaja sebagai invidu yang belum memiliki penilaian mendalam terhadap norma, etika, dan agama. Tanggung jawab yang tidak sepenuhnya pun  menimbulkan masalah kenakalan  remaja yang sepenuhnya berada dipihak yang berwajib. Oleh sebab itu, setiap perkembangan  hanya dapat dimengerti dan dinilai dari masa yang dapat diresapi pada masa kekanakannya, karena sifat khas pemuda dan orangtua memiliki keidentikkan dengan stabilitas hidup dan kemapanan.

Dinamika pemuda dapat menyesuaikan diri dengan pola-pola kelakuan yang dapat menyimpang sebagai anomalis yang tak sewajarnya. Di sisi lain pula usaha untuk  menyalurkan  potensi pemuda kerap bersifat fragmentaris (penyaluran  tenaga dan kelebihan pemuda). Tafsiran klasik didasarkan pada anggapan  bahwa kehidupan mempunyai pola yang banyak ditentukan oleh mutu pemikiran yang diwakili dalam generasi tua di balik tradisi. Suatu anggapan pemuda tidak mempunyai andil yang berarti ikut mendukung proses kehidupan bersama masyarakat. Asumsi yang mendasar tidak akan memberi jawaban maupun konsep mengenai tata kehidupan yang dinamis terhadap manafsirkan kelakuan kepemudaan sebagai sesuatu yang abnormal. Penafsiran mengenai identifikasi pemuda disebut sebagai pendekatan ekosferis. Norma yang tidak senantiasa seorang mengidentifikasi dengan kelompok tempat ia menjadi anggota kelomok yang resmi (membership-group). Mengindentifikasi dirinya dengan sebuah kelompok di luar membership-groupnya disebut juga reference-group.

 2. PEMUDA DAN IDENTITAS

Pemuda dalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani bermacam-macam harapan. Pemuda diharapkan  sebagai generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya secara terus-menerus (estafet).  Pemuda memiliki potensi positif yang harus digarap dalam  hal pengembangan dan  membinaan yang sesuai asas,arah, dan tujuan  serta senantiasa bertumpu pada strategi  pencapaian tujuan  nasional dalam UUD 1945 alinea IV. Proses kematangan dirinya pada berbagai media sosialisasi yang ada harusnya pemuda mampu  menyeleksi,  mengendalikan diri, dan mempunyai motivasi yang tinggi.

a. Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda

Pola dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda ditetapkan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan dalam keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor: 0323/U/1978 tanggal 28 oktober 1978.

maksudnya adalah agar semua pihak yang terkait benar-benar menggunakannya sebagi pedoman yang dapat terarah, menyeluruh, terpadu, serta mencapai tujuannya. Pola dasar pemibinaan dan pengembangan generasi muda disusun berlandaskan:
  1. Landasaan  idiil                  : Pancasila
  2. Landasan konstitusional : UUD 1945
  3. Landasan strategi             : Garis-garis besar Haluan Negara
  4. Landasan historis            : Sumpah Pemuda 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan 1945
  5. Landasan normatif         : Etika, tata nilai, tradisi leluhur.
Pembinaan dan Pengembangan Generasi muda haruslah terdapat kepekaan sebagai bagian mutlak terhadap situasi-situasi lingkungan. Kualitas kesejahteraan dasar negara merupakan faktor penentu  pembinaan generasi muda dan bangsa pada masa mendatang. Tanpa ikut sertanya generasi muda, pembangunan bangsa kita dalam jangka panjang dapat kehilangan kesinambungannya. 

Ada 2 pengertian pokok dalam hal ini, yaitu :

1. Sebagai subjek pembinaan dan pengembangan  adalah mereka yang memiliki kemandirian terhadap keterlibatan secara fungsional dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa serta pembangunan nasional.

2. Sebagai pembinaan dan pengembangan adalah mereka yang memiliki pengembangan ke arah pertumbuhan potensi ke tingkat yang opitimal.

b. Masalah dan Potensi Generasi muda

1.     Permasalahan generasi muncul pada saat ini, antara lain :

a. Menurunnya jiwa idealisme, patriotisme, dan nasionalisme.

b. Kurangnya kepastian terhadap masa depannya.

c. Belum seimbang antara generasi muda dan fasilitas pendidikan yang tersedia.

d. Kurangnya lapangan kerja serta tingginya pengangguran yang mengakibatkatkan berbagai problem sosial dalam pembangunan nasioal.

e. Kurang gizi dalam perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan badan.

f.  Banyaknya perkawinan dibawah umur.

g. Pergaulan bebas yang berbahaya.

h. Meningkatnya kenakalan remaja.

i. Belum ada peraturan perundangan (hukuman).

Pemecahan masalah  memerlukan usaha yang terpadu sebagai subjek pembangunan. Organisasi-organisasi lah yang berpotensi dalam  kegiatan  pembangunan nasional.

2. Potensi – Potensi Generasi Muda/Pemuda

Potensi –potensi yang terdapat pada generasi muda perlu dikembangkan adalah :

a. Idealisme dan daya kritis

b. Dinamika dan kreatif

c. Keberanian mengambil resiko

d. Optimis dan bersemangat

e. Sikap kemandirian dan Disiplin murni

f. Terdidik

g. Keanekaragaman dalam persatuan dan kesatuan 

h. Patriotisme dan  nasionalisme

i. Sikap kesatria

j. Kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi

Sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuaian diri agar ia dapat berperan dan berfungsi. Proses sosialisasi berawal dari keluarga. Nilai-nilai yang dimiliki oleh individu dan berbagai peran diharapkan dilakukan oleh seseorang, yang semuanya berawal dari lingkungan keluarga sendiri. Sosialisasi  merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dalam hubungannya dengan sistem sosial.

Proses tersebut membuat individu bertindak ( interaksi) beraneka ragam dalam  kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, proses sosialisasi banyak ditentukan oleh  susunan  kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. Jadi sosialisasi  dititik beratkan melalui pendidikan dan perkembangannya terhadap diri sendiri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya. Cohen (1983) menyatakan bahwa lembaga-lembaga sosialisasi yang terpenting  ialah keluarga, sekolah, kelompok sebaya, media masa. Secara formal, disajikan  seperangkat  ilmu pengetahuan secara teratur, sistematis, dan perangkat norma yang tegas dan harus dipatuhi. Sedangkan informal, bersifat tidak sengaja yang mempelajari pola-pola keterampilan.

Tujuan pokok sosialisasi adalah:

1.    Individu diberikan ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan

2.    Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif

3.    Dapat mempelajari fungsi-fungsi organik yang dapat mawas diri

4.    Bertingkah  laku selaras pada lembaga/kelompok khususnya

Faktor lingkungan bagi pemuda dalam proses sosialisasi merupakan penting, karena proses ini pemuda harus terus berlanjut dengan segala daya imitasi dan  identitasnya.

3. PERGURUAN DAN PENDIDIKAN

A. MENGEMBANGKAN POTENSI GENERASI MUDA

Jika pada abad ke 20 ini planet bumi dihuni oleh mayoritas penduduk berusia muda, dengan perkiraan 17 tahun, tentu akan menimbulkan beberapa pertanyaan.

Di negara-negara maju, pada umumnya generasi muda mendapat kesempatan luas dalam  mengembangkan kemampuan dan potensi idenya. Dalam  mengembangkan gagasan dalam membuat proyek bersama dengan Universitas Oregon dan Unversitas Carnigie Mellon menyimpulkan bahwa lebih dari dua 2lusin produk telah dipasarkan dan  menciptakan 800 pekerjaan baru dan memperoleh hasil penjualan $46,5juta. Jerih payah para investor itu membawa negara-negara mereka sebagai negara yang berkembang dalam perekonomiannya. Pembinaan dan pengembangan potensi angkatan muda pada tingkat perguruan tinggi, lebih banyak diarahkan dalam program – program studi dalam berbagai ragam pendidikan formal.

Kaum muda memang merupakan sumber energi bagi pengembangan masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pembinaan dan perhatian khusus harus diberikan bagi pengembangan potensi mereka.

B. PENDIDIKAN DAN PERGURUAN TINGGI

Pendidikan dan perguruan tinggi memiliki peran penting dalam proses pembangunan  nasional yang juga harus terlibat aktif dan dapat bisa dinikmati oleh setiap orang. Upaya untuk terciptanya kualitas SDM, sebagai prasat utama dalam pembangunan agar suatu bangsa berhasil secara ‘self propelling’ dan menjadi bangsa yang maju dan bermutu. Pendidikan yang dibutuhkan adalah pendidikan dengan dasar dan tujuan menurut pancasila dalam  implementasinya. Melalui pendidikan itu diharapkan bangsa Indonesia mampu membebaskan diri dari kemiskinan dan keterbelakangan dengan mencari alternatif lebih baik dan dapat berubah yang berkesinambungan. 

Dalam hal ini, pemerintah telah cukup berhasil dalam pembaharuan pendidikan menuju sistem pendidikan nasional yang tepat arah dan tepat guna. Akan tetapi, pendidikan formal dapat ditampung dalam pendidikan formal yang melonjak tinggi dan disamakan juga pada pendidikan non-formal dengan berbagai keahlian dan keterampilan. Ada dua faktor yang dapat diamati dalam pembangunan dewasa ini, ialah semakin banyaknya manusia yang membutuhkan pendidikan dan semakin bervariasi mutu pendidikan yang diharapkan oleh mereka.

Dalam arti inilah, adanya alasan yang khusus untuk mengenyam pendidikan tinggi, yaitu :

1.  Memiliki pengetahuan yang luas, karena adanya kesempatan untuk terlibat di dalam pemikiran, pembicaaraan, penelitian  tentang berbagai masalah di masyarakat

2.  Di bangku sekolah, mahasiswa mendapat proses sosialisasi secara berencana berbagai melalui mata pelajaran yang dapat dipahami dan dimengerti.

3.  Mahasiswa berasal dari berbagai etnis dan suku bangsa dapat menyatu yang terjadi akulturasi sosial dan budaya sehingga mampu melihat Indonesia secara keseleruhan .

4.  Mahasiswa akan  memasuki berbagai lapisan yang merupakan elite di kalangan pemuda, umumnya latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan. Mahasiswa mempunyai pandangan yang lebih luas dan jauh ke depan dibanding generasi muda lainnya.

Rangkuman bab 4

PEMUDA DAN SOSIALISASI

1. INTERNALISASI BELAJAR DAN SPESIALISASI

            Pembicaraan dekan FISIP-UI Dr. Manasse malo, Drs. Enoch Markum, drs. Zulkarimen Nasution dalam seminar ‘Remaja dalam Prospek Perubahan Sosial’ menyimpulkan pembicaraan bahwa Masa remaja adalah masa transisi dan secara psikologis sangat problematis yang dapat memungkinkan mereka berada dalam anomi. Akibat kontradiksi norma maupun orientasi mendua. Dengan demikian, keadaan tersebut seringkali menimbulkan perilaku  menyimpang berupa melakukan pelanggaran dan dapat memungkinkan mereka menjadi berpengaruh terhadap media massa. Menurut Enoch Markum, Anomi muncul akibat keanekaragam dan kekaburan norma yang mereka berusaha mencari pegangan norma lain yang bisa mengisi kekosongan dan memberi peluang pada pelanggaran akibat kesalahan pegangan tersebut.

ORIENTASI MENDUA

Menurut Dr. Male, orientasi mendua adalah orientasi yang bertumpu pada harapan orangtua, masyarakat dan bangsa yang sering bertentangan dengan keterikatan serta loyalitas terhadap teman sebaya. Kondisi bimbang yang dialami oleh para remaja menyebabkan mereka melahap semua isi informasi tanpa seleksi. Dengan demikan, mereka adalah kelompok potensial yang mudah dipengaruhi oleh media massa. Menurut Dr. Malo, keadaan bimbang akibat orientasi mendua ini menyebabkan remaja nekad  melakukan tindak bunuh diri dengan diketahuinya remaja  di Jakarta bahwa 5,6% dengan 1337 kasus yang dalam hubungannya dengan diagnosis psikiatris dan faktor sosial kultural.

Mengatasi hal ini ada beberapa solusi yang bisa digunakan. Akan tetapi, harus memperhitungkan peranan kelompok teman sebaya dengan program pendidikan lah yang dapat melawan arus nilai teman sebaya. Disisi lain, waktu luang remaja juga harus diperhatikan. Namun Enoch Markum berpendapat bahwa remaja harus diberi kesempatan berkembang dan beragumentasi. Tidak semua yang termasuk dalam youth cultur ini jelek. Antara remaja dulu dan sekarang disebabkan munculnya fungsi-fungsi baru dalam masyarakat yang dulu tidak ada. Ia memiliki 2 alternatif dalam pemecahan masalah ini, pertama mengaktifkan kembali fungsi keluarga dan pendidikan agama. Kedua, menegakkan hukum yang akan berpengaruh besar dalam pengukuhan identitas dirinya.

PERAN MEDIA MASSA

            Menurut Zulkarnaen Nasution, dewasa ini tersedia banyak pilihan isi informasi. Dengan demikian, kesan semakin permisifnya masyarakat juga tercermin pada isi media yang beredar. Sementara masa remaja yang merupakan periode peralihan dari masa kanak – kanak menuju masa dewasa, ditandai dengan beberapa ciri.

            Peran media massa terhadap ramaja juga berpengaruh terhadap perilaku dan karakteristik remaja. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju  masa dewasa. Ciri-cirinya yaitu memiliki keinginan memenuhi  untuk menyatakan identitas diri, memiliki kemampuan melepas diri dari ketergantungan orang tua, memperoleh akseptabilitas di tengah sesama remaja. Ciri-ciri itulah yang menyebabkan kencenderungan terhadap arus informasi dengan  selera dan  keinginan yang serasi bagi mereka. Solusi kondisi seperti ini adalah perlunya membekali remaja dengan keterampilan berinformasi dengan kemampuan menemukan, memilih, mengevaluasi informasi. Peran pendidikan disinilah juga penting selain orangtua.

Di samping itu, dengan  melakukan  intervensi ke dalam  lingkungan  informasi mereka secara interpersonal. Solusi lainnya adalah bimbingan orang tua dengan tetap memegang teguh tuntunan kode etika dan bertanggung  jawab.

 

PERLU DIKEMBANGKAN

            Menurut Arif Gosita SH, berbicara mengenai kecenderungan orang tua dan remaja memiliki faktor positif dan  negatif. Faktor positif memiliki faktor pendukung hubungan orang tua dan  remaja yang edukatif. Sedangkan faktor negatif  merupakan faktor yang tidak mendukung karena bersifat destruktif dan  konfrontatif. Mengembangkan faktor positif disini tidaklah mudah karena faktor negatif terus berkembang akibat situasi dan kondisi tertentu. Sementara itu, menurut Suwarniayati Sartomo, remaja sebagai invidu yang belum memiliki penilaian mendalam terhadap norma, etika, dan agama. Tanggung jawab yang tidak sepenuhnya pun  menimbulkan masalah kenakalan  remaja yang sepenuhnya berada dipihak yang berwajib. Oleh sebab itu, setiap perkembangan  hanya dapat dimengerti dan dinilai dari masa yang dapat diresapi pada masa kekanakannya, karena sifat khas pemuda dan orangtua memiliki keidentikkan dengan stabilitas hidup dan kemapanan.

Dinamika pemuda dapat menyesuaikan diri dengan pola-pola kelakuan yang dapat menyimpang sebagai anomalis yang tak sewajarnya. Di sisi lain pula usaha untuk  menyalurkan  potensi pemuda kerap bersifat fragmentaris (penyaluran  tenaga dan kelebihan pemuda). Tafsiran klasik didasarkan pada anggapan  bahwa kehidupan mempunyai pola yang banyak ditentukan oleh mutu pemikiran yang diwakili dalam generasi tua di balik tradisi. Suatu anggapan pemuda tidak mempunyai andil yang berarti ikut mendukung proses kehidupan bersama masyarakat. Asumsi yang mendasar tidak akan memberi jawaban maupun konsep mengenai tata kehidupan yang dinamis terhadap manafsirkan kelakuan kepemudaan sebagai sesuatu yang abnormal. Penafsiran mengenai identifikasi pemuda disebut sebagai pendekatan ekosferis. Norma yang tidak senantiasa seorang mengidentifikasi dengan kelompok tempat ia menjadi anggota kelomok yang resmi (membership-group). Mengindentifikasi dirinya dengan sebuah kelompok di luar membership-groupnya disebut juga reference-group.

 

2. PEMUDA DAN IDENTITAS

            Pemuda dalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani bermacam-macam harapan. Pemuda diharapkan  sebagai generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya secara terus-menerus (estafet).  Pemuda memiliki potensi positif yang harus digarap dalam  hal pengembangan dan  membinaan yang sesuai asas,arah, dan tujuan  serta senantiasa bertumpu pada strategi  pencapaian tujuan  nasional dalam UUD 1945 alinea IV. Proses kematangan dirinya pada berbagai media sosialisasi yang ada harusnya pemuda mampu  menyeleksi,  mengendalikan diri, dan mempunyai motivasi yang tinggi.

            a. Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda

Pola dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda ditetapkan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan dalam keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor: 0323/U/1978 tanggal 28 oktober 1978.

maksudnya adalah agar semua pihak yang terkait benar-benar menggunakannya sebagi pedoman yang dapat terarah, menyeluruh, terpadu, serta mencapai tujuannya. Pola dasar pemibinaan dan pengembangan generasi muda disusun berlandaskan:

1.      Landasaan  idiil              : Pancasila

2.      Landasan konstitusional : UUD 1945

3.      Landasan strategi          : Garis-garis besar Haluan Negara

4.      Landasan historis           : Sumpah Pemuda 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan 1945

5.      Landasan normatif         : Etika, tata nilai, tradisi leluhur.

Pembinaan dan Pengembangan Generasi muda haruslah terdapat kepekaan sebagai bagian mutlak terhadap situasi-situasi lingkungan. Kualitas kesejahteraan dasar negara merupakan faktor penentu  pembinaan generasi muda dan bangsa pada masa mendatang. Tanpa ikut sertanya generasi muda, pembangunan bangsa kita dalam jangka panjang dapat kehilangan kesinambungannya. Ada 2 pengertian pokok dalam hal ini, yaitu :

1.    Sebagai subjek pembinaan dan pengembangan  adalah mereka yang memiliki kemandirian terhadap keterlibatan secara fungsional dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa serta pembangunan nasional.

2.    Sebagai pembinaan dan pengembangan adalah mereka yang memiliki pengembangan ke arah pertumbuhan potensi ke tingkat yang opitimal.

 

            b. Masalah dan Potensi Generasi muda

1.      Permasalahan generasi muncul pada saat ini, antara lain :

a.       Menurunnya jiwa idealisme, patriotisme, dan nasionalisme.

b.      Kurangnya kepastian terhadap masa depannya.

c.       Belum seimbang antara generasi muda dan fasilitas pendidikan yang tersedia.

d.      Kurangnya lapangan kerja serta tingginya pengangguran yang mengakibatkatkan berbagai problem sosial dalam pembangunan nasioal.

e.       Kurang gizi dalam perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan badan.

f.       Banyaknya perkawinan dibawah umur.

g.      Pergaulan bebas yang berbahaya.

h.      Meningkatnya kenakalan remaja.

i.        Belum ada peraturan perundangan (hukuman).

Pemecahan masalah  memerlukan usaha yang terpadu sebagai subjek pembangunan. Organisasi-organisasi lah yang berpotensi dalam  kegiatan  pembangunan nasional.

2. PotensiPotensi Generasi Muda/Pemuda

            Potensipotensi yang terdapat pada generasi muda perlu dikembangkan adalah :

a.       Idealisme dan daya kritis

b.      Dinamika dan kreatif

c.       Keberanian mengambil resiko

d.      Optimis dan bersemangat

e.       Sikap kemandirian dan Disiplin murni

f.       Terdidik

g.      Keanekaragaman dalam persatuan dan kesatuan 

h.      Patriotisme dan  nasionalisme

i.        Sikap kesatria

j.        Kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi

Sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuaian diri agar ia dapat berperan dan berfungsi. Proses sosialisasi berawal dari keluarga. Nilai-nilai yang dimiliki oleh individu dan berbagai peran diharapkan dilakukan oleh seseorang, yang semuanya berawal dari lingkungan keluarga sendiri. Sosialisasi  merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dalam hubungannya dengan sistem sosial.

Proses tersebut membuat individu bertindak ( interaksi) beraneka ragam dalam  kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, proses sosialisasi banyak ditentukan oleh  susunan  kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. Jadi sosialisasi  dititik beratkan melalui pendidikan dan perkembangannya terhadap diri sendiri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya. Cohen (1983) menyatakan bahwa lembaga-lembaga sosialisasi yang terpenting  ialah keluarga, sekolah, kelompok sebaya, media masa. Secara formal, disajikan  seperangkat  ilmu pengetahuan secara teratur, sistematis, dan perangkat norma yang tegas dan harus dipatuhi. Sedangkan informal, bersifat tidak sengaja yang mempelajari pola-pola keterampilan.

Tujuan pokok sosialisasi adalah:

1.    Individu diberikan ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan

2.    Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif

3.    Dapat mempelajari fungsi-fungsi organik yang dapat mawas diri

4.    Bertingkah  laku selaras pada lembaga/kelompok khususnya

Faktor lingkungan bagi pemuda dalam proses sosialisasi merupakan penting, karena proses ini pemuda harus terus berlanjut dengan segala daya imitasi dan  identitasnya.

3. PERGURUAN DAN PENDIDIKAN

            A. MENGEMBANGKAN POTENSI GENERASI MUDA

Jika pada abad ke 20 ini planet bumi dihuni oleh mayoritas penduduk berusia muda, dengan perkiraan 17 tahun, tentu akan menimbulkan beberapa pertanyaan.

Di negara-negara maju, pada umumnya generasi muda mendapat kesempatan luas dalam  mengembangkan kemampuan dan potensi idenya. Dalam  mengembangkan gagasan dalam membuat proyek bersama dengan Universitas Oregon dan Unversitas Carnigie Mellon menyimpulkan bahwa lebih dari dua 2lusin produk telah dipasarkan dan  menciptakan 800 pekerjaan baru dan memperoleh hasil penjualan $46,5juta. Jerih payah para investor itu membawa negara-negara mereka sebagai negara yang berkembang dalam perekonomiannya. Pembinaan dan pengembangan potensi angkatan muda pada tingkat perguruan tinggi, lebih banyak diarahkan dalam program – program studi dalam berbagai ragam pendidikan formal.

Kaum muda memang merupakan sumber energi bagi pengembangan masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pembinaan dan perhatian khusus harus diberikan bagi pengembangan potensi mereka.

 

            B. PENDIDIKAN DAN PERGURUAN TINGGI

Pendidikan dan perguruan tinggi memiliki peran penting dalam proses pembangunan  nasional yang juga harus terlibat aktif dan dapat bisa dinikmati oleh setiap orang. Upaya untuk terciptanya kualitas SDM, sebagai prasat utama dalam pembangunan agar suatu bangsa berhasil secara ‘self propelling’ dan menjadi bangsa yang maju dan bermutu. Pendidikan yang dibutuhkan adalah pendidikan dengan dasar dan tujuan menurut pancasila dalam  implementasinya. Melalui pendidikan itu diharapkan bangsa Indonesia mampu membebaskan diri dari kemiskinan dan keterbelakangan dengan mencari alternatif lebih baik dan dapat berubah yang berkesinambungan. Dalam hal ini, pemerintah telah cukup berhasil dalam pembaharuan pendidikan menuju sistem pendidikan nasional yang tepat arah dan tepat guna. Akan tetapi, pendidikan formal dapat ditampung dalam pendidikan formal yang melonjak tinggi dan disamakan juga pada pendidikan non-formal dengan berbagai keahlian dan keterampilan. Ada dua faktor yang dapat diamati dalam pembangunan dewasa ini, ialah semakin banyaknya manusia yang membutuhkan pendidikan dan semakin bervariasi mutu pendidikan yang diharapkan oleh mereka.

Dalam arti inilah, adanya alasan yang khusus untuk mengenyam pendidikan tinggi, yaitu :

1.  Memiliki pengetahuan yang luas, karena adanya kesempatan untuk terlibat di dalam pemikiran, pembicaaraan, penelitian  tentang berbagai masalah di masyarakat

2.  Di bangku sekolah, mahasiswa mendapat proses sosialisasi secara berencana berbagai melalui mata pelajaran yang dapat dipahami dan dimengerti.

3.  Mahasiswa berasal dari berbagai etnis dan suku bangsa dapat menyatu yang terjadi akulturasi sosial dan budaya sehingga mampu melihat Indonesia secara keseleruhan .

4.  Mahasiswa akan  memasuki berbagai lapisan yang merupakan elite di kalangan pemuda, umumnya latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan. Mahasiswa mempunyai pandangan yang lebih luas dan jauh ke depan dibanding generasi muda lainnya.

 

                       

                       

 

                                   

           

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kritik/saran